Oleh:
Yoghi Kurniawan Prathama
Menurut
Carl. J. Friedrich, Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir
secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan
bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada
anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil.
Sedangkan
menurut Miriam Budiardjo, parpol
adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah
untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara
konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Jika
kita menganalisis dari pengertian di atas, sebenarnya ada tiga aspek yang dapat
menjelaskan partai politik. Yaitu pertama sekelompok manusia yang terorganisir,
adanya kesamaan tujuan, dan bagaimana cara untuk memperoleh suatu kekuasaan.
Dari
ketiga aspek di atas, tentunya akan memunculkan variasi atau tipologi partai
politik yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
sifat dan karakter setiap individu atau kelompok, perbedaan kepentingan atau
tujuan dari individu atau kelompok, dan cara-cara yang digunkan oleh setiap
kelompok untuk memperoleh tujuan yang ingin dicapainya.
Atas
dasar perbedaan yang mendasar tersebut maka akan mempengaruhi dari
pengelompokan partai / tipologi partainya. Dewasa ini kita mengenal banyak para
ahli mengemukakan tipologi partai politik di dunia. Seperti Kitschelt
mengatakan bahwa tipe partai ada dua jenis:
- Tipe Representasi Pendukung (Logic of constituency representation)
- Tipe Kompetisi Partai (Logic of party competition).
Ware
dan Wolinets membagi kembali partai berdasarkan seberapa besar pendukung,
keterlibatannya, dan peran negara terhadap partai:
1. Partai Massa yang Berorientasi pada pemimpin (Leader Oriented
Mass Party),
2. Partai Massa (Mass Party),
3. Partai Kader Klasik (Classic Cadre Party),
4. Partai Kader Modern (Modern Cadre Party),
5. Partai Kartel (Cartel Party) dan
6. Partai Catch-All (Catch-All Party).
Dari
beberapa kajian teoritis mengenai partai politik dan tipologi partai politik
yang telah diungkapkan. Dalam tugas ini saya mencoba untuk menganalisis tipologi partai politik
dalam hal ini adalah Partai Keadilan Sejahteran (PKS).
Partai
Keadilan Sejahteran (PKS) merupakan partai politik yang memiliki ideology islam dan massa islam sebagai
konstituennya. PKS merupakan pelanjut perjuangan Partai Keadilan (PK) pasca
pemilu tahun 1999 yang bertransformasi menjadi Partai Keadilan Sejahtera.
PK-Sejahtera memiliki tujuan untuk meningkatkan daya pengaruhnya dalam pemilu
tahun 2004 dalam upaya perbaikan Indonesia menuju masyarakat yang adil dan
sejahtera.
PK-Sejahtera
percaya bahwa jawaban untuk melahirkan Indonesia yang lebih baik di masa depan
adalah dengan mempersiapkan kader-kader yang berkualitas baik secara moral,
intelektual, dan profesional. Karena itu, PK-Sejahtera sangat peduli dengan
perbaikan-perbaikan ke arah terwujudnya Indonesia yang adil dan sejahtera.
Kepedulian
inilah yang menapaki setiap jejak langkah dan aktivitas partai. Dari sebuah
entitas yang belum dikenal sama sekali dalam jagat perpolitikan Indonesia
hingga dikenal dan eksis sampai saat ini.
Jelas
dari tujuan PK-Sejahtera dalam mewujudkan Indonesia yang sejahtera adalah
dengan mempersiapkan kader-kader partai yang berkualitas. Dalam hal ini partai
sebagai mesin politik menjalankan fungsinya yaitu pendidikan politik dan
rekrutmen politik. Sistem pengkaderan di PK-Sejahtera bisa dibilang paling
ketat dibanding partai-partai lainnya. Untuk menduduki posisi penting dalam
tubuh partai, kader haruslah melalui tahapan – tahapan yang sudah ditentukan
oleh sistem partai.
Dari
penjelasan di atas saya memiliki hipotesa bahwa PK-Sejahtera termasuk partai
politik kader seperti apa yang dijelaskan oleh Maurice Duverger mengnai ciri
dari partai politik kader yaitu disiplin partai yang sangat ketat. Memperkuat
hipotesa yang saya kemukakan adalah eksklusivitas PK-Sejahtera baik dalam hal
anggota maupun konstituennya. PK-Sejahtera yang notabene adalah partai islam
yang berideologikan islam tentun anggotanya pun terbatas dari orang-orang
muslim dan konstituennya pun mayoritas muslim.
Dalam
pemilu, PK-Sejahtera selalu mengupayakan kekuataan grass root-nya untuk menggalang suara. Memang PK-Sejahtera dikenal
dengan grass root-nya yang sangat
kuat. Maka jarang partai untuk memperluas jumlah pendukung secara jorjoran.
Tetapi pendekatan yang massif di masyarakat merupakan salah satu cara bagaimana
citra partai dibangun. Secara aktif PK-Sejahtera melaksanakan fungsi dan
peranannya dimasyarakat seperti pendidikan politik, pendidikan keislaman (halaqoh),
dan agregasi kepentingan masyarakat. Setiap aspek kehidupan PKS selalu berusaha
ada di dalamnya, sehingga pengaruh di masyarakat pun bisa dibilang kuat.
Dari
pemaparan di atas menguatkan hipotesa saya bahwa PK-Sejahtera adalah partai
politik kader, dengan sistem rektrumen anggota yang ketat, eksklusivitas
anggota (kader partai politik) dan konstituen partai yang sebagaian besar
berasal dari dukungan umat muslim Indonesia, dan pengaruhnya yang cukup kuat di
masyarakat. Meskipun pada kongres tahun ini landasan partai berubah menjadi
partai nasionalis, namun saya disini tetap yakin karakter partai yang sudah
terinternalisasi akan menempatkan PK-Sejahtera pada platformnya sebagai partai
islam dengan kader-kader yang berkualitas dalam mewujudkan Indonesia yang
sejahtera.
Di Indonesia itu ga ada partai kader seperti yg dimaksudkan Maurice Duverger...Saya mengira anda berkesimpulan seperti itu lebih karena terjebak dengan apa yg dilakukan PKS yg mengesankan dirinya sebagai Partai Kader, bukan karena mendalami teorinya...memang seperti itulah strategi yang dilakukan oleh PKS..melakukan "politik kehidupan" dari kader atau melalui kader-kadernya...Kata "kader" yang sering kita sebut untuk menunjukan anggota/pengurus partai tidak identik dengan "Kader" yang dimaksud dalam teorinya Maurice Duverger...
BalasHapus