Oleh :
Yoghi Kurniawan Prathama
Banyak dimensi yang bisa menjelaskan apa
itu politik. Politik bisa diartikan sebagai kekuasaan, aktivitas
kelembagaan pemerintah, dan masih banyak lainnya. Namun dari sekian
banyak pengertian mengenai politik, yang menonjol adalah melalui
pendekatan kekuasaan. Politik diartikan sebagai cara bagaimana kita
mendapatkan suatu kekuasaan dan bagaimana mempertahankan kekuasaan
tersebut.
Kenapa harus kekuasaan yang
diperebutkan?. Dengan kekuasaan kita bisa memperoleh sumber– sumber daya
kekuasaan, kewenangan dan hak-hak yang secara legitimasi bisa kita
lakukan apapun itu sesuai keinginan dan kepentingan kita. Bila kita
melihat kondisi dan konstalasi politik Indonesia saat ini merupakan
tahun politik menjelang Pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun
2014.
Banyak intrik, maupun isu yang digulirkan
untuk menjatuhkan lawan politik dan mengangkat reputasi partai politik
maupun salah satu tokoh politik. Kita lihat dengan contoh kasus kisah
tragis bawang merah bawang putih, kasus suap impor daging sapi,
penangkapan komplotan preman Hercules. Disadari atau tidak ada unsur
politik dibalik isu tersebut.
Namun politik tidak hanya ada dikalangan partai politik, pemerintah, maupun lembaga legislatif. Mahasiswa sebagai agent of change merupakan aktor intelektual yang juga memiliki peran politik yang cukup dominan dalam konstalasi politik Indonesia.
Tanpa disadari, mahasiswa sebagai
kalangan akademisi dituntut untuk berpolitik dan memahami politik itu
sendiri, baik teoritis maupun secara praktis. Di dalam konstalasi
politik kampus, mahasiswa sangat terlihat jelas peran dan kegiatan
politiknya. Dimana mahasiswa dengan berbagai kepentingannya berlomba dan
berkompetisi untuk menduduki dan mendapatkan sumber–sumber kekuasaan
seperti menduduki jabatan politis di organisasi mahasiswa, seperti Dewan
Eksekutif, Dewan Legislatif, BEM, BLM, maupun Himpunan Mahasiswa
Jurusan.
Mahasiswa dengan berbagai background
jurusan tanpa mereka sadari, mereka telah memahami politik itu sendiri
meskipun mereka berdalih tidak paham tentang politik. Pun demikian
dengan konstalasi peta politik kampus Universitas Siliwangi Tasikmalaya.
Awal bulan maret hingga april merupakan waktu dimana konstalasi politik
UNSIL sedang memanas, dimana kursi kekuasaan BEM, BLM, dan tentunya
Presiden Mahasiswa diperebutkan.
Seperti halnya negara, banyak isu dan
intrik yang terjadi dalam perebutan kekuasaan itu. Namun yang saya
analisis dari setiap peristiwa perebutan kekuasaan organisasi kampus ini
hanya diperebutkan oleh partai–partai mahasiswa yang mungkin bila kita
lihat dengan kasat mata tidak terlihat. Namun eksistensi dan pengaruhnya
terlihat jelas.
Fraksionalisasi mahasiswa ini dalam peta
politik kampus, memiliki dampak yang sangat besar dalam progress dan
prestasi organisasi mahasiswa itu sendiri. Akibat fraksionalisasi
mahasiswa atas dasar kepentingan partai pengusungnya (organisasi
eksternal), aktivis mahasiswa terpecah–pecah, memiliki berbagai
kepentingan yang berbeda, dan saling menjatuhkan satu sama lainnya.
Tanpa ada niat dan persepsi yang sama untuk kemajuan Universitas
Siliwangi.
Menjelang inti perebutan kekuasaan ormawa
dikampus yakni perebutan kekuasaan jabatan Presiden Mahasiswa
Universitas Siliwangi maupun Ketua Dewan Legislatif Mahasiswa. Besar
harapan adanya kesadaran dari setiap fakultas untuk memilih calon secara
rasional. Dengan memperhatikan integritas, kapabilitas, dan
kredibilitas calon tersebut. Namun dengan tidak mengesampingkan
kepentingan bersama untuk memperbaiki sistem ormawa yang ada di
universitas siliwangi.
Jangan pernah takut dengan sesuatu yang
baru dan paradigma baru untuk merubah suatu sistem yang ada. Meskipun
pada hakikatnya sistem susah untuk dirobohkan, akan tetapi tak ada yang
tak mungkin dalam memperbaiki keadaan kearah yang lebih baik.
Blog yang bagus... semoga terus berkembang... Saya ingin berbagi wawancara dengan Niccolo Machiavelli (imajiner) di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/02/wawancara-dengan-niccolo.html
BalasHapus