LANDASAN FILSAFAT DAN METODE
PENELITIAN KUALITATIF
PENDAHULUAN
(Sebuah Pengantar)
Penelitian
sosial, termasuk ekonomi, manajemen dan akuntansi merupakan proses pencarian
pengetahuan yang diharapkan bermanfaat dalam mengembangkan teori baru dan menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan isu ekonomi, manajemen dan akuntansi.
Konsekuensinya, penelitian tidak dapat dibuat dengan serampangan tanpa
memperhatikan kaidah keilmuan. Penelitian harus dilakukan berdasarkan prinsip
berpikir logis dan dilakukan secara berulang mengingat penelitian tidak pernah
berhenti pada satu titik waktu tertentu (Lincoln dan Guba 1986). Dalam berpikir
logis, seorang peneliti harus mampu menggabungkan teori/ide yang ada dengan
fakta di lapangan dan dilakukan secara sistematis. Jadi, dapat dikatakan bahwa
penelitian merupakan proses yang dilakukan secara sistematis untuk menghasilkan
pengetahuan (knowledge), yang ditandai dengan dua proses yaitu;
(1) proses
pencarian yang tidak pernah berhenti, dan
(2) proses
yang sifatnya subyektif karena topik penelitian, model penelitian, obyek
penelitian dan alat analisnya sangat tergantung pada faktor subyektifitas si
peneliti (Lincoln dan Guba 1986).
Intinya
penelitian merupakan kegiatan yang tidak bebas nilai. Selama ini, penelitian di
bidang kajian tersebut lebih banyak dilakukan dalam perspektif positivisme
dengan menggunakan model matematik dan analisis statistik. Namun demikian,
banyak yang tidak mengetahui bahwa pada dasarnya penelitian yang dilakukan
tidak semata‐mata
terfokus pada alat yang digunakan dalam penelitian tetapi tergantung pada
landasan filsafat yang melatar belakangi penelitian yang dilakukan. Dalam
perspektif filsafat ilmu, validitas pengetahuan yang dihasilkan melalui
penelitian sangat tergantung pada koherensi antara ontology, epistemology dan
methodology yang digunakan oleh peneliti. Oleh karena itu seorang peneliti yang
baik adalah peneliti yang paham betul landasan filsafat yang digunakan dalam
proses penelitian.
LANDASAN
FILOSOFI
Burrell
dan Morgan (1979:1) berpendapat bahwa ilmu sosial dapat dikonseptualisasikan
dengan empat asumsi yang berhubungan dengan ontologi, epistemologi, sifat
manusia (human nature), dan metodologi. Ontologi. Ontologi adalah
asumsi yang penting tentang inti dari fenomena dalam penelitian.
Pertanyaan
dasar tentang ontologi menekankan pada apakah “realita” yang diteliti objektif
ataukah “realita” adalah produk kognitif individu. Debat tentang ontologi oleh
karena itu dibedakan antara realisme (yang menganggap bahwa dunia sosial
ada secara independen dari apresiasi individu) dan nominalisme (yang
menganggap bahwa dunia sosial yang berada di luar kognitif individu berasal
dari sekedar nama, konsep dan label yang digunakan untuk menyusun realita).
Epistemologi. Epistemologi adalah asumsi tentang landasan ilmu pengetahuan (grounds
of knowledge) – tentang bagaimana seseorang memulai memahami dunia
dan mengkomunikasikannya sebagai pengetahuan kepada orang lain. Bentuk
pengetahuan apa yang bisa diperoleh? Bagaimana seseorang dapat membedakan apa
yang disebut “benar” dan apa yang disebut “salah”? Apakah sifat ilmu
pengetahuan? Pertanyaan dasar tentang epistemologi menekankan pada apakah
mungkin untuk mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan pengetahuan sebagai
sesuatu yang keras, nyata dan berwujud (sehingga pengetahuan dapat dicapai)
atau apakah pengetahuan itu lebih lunak, lebih subjektif, berdasarkan
pengalaman dan wawasan dari sifat seseorang yang unik dan penting (sehingga
pengetahuan adalah sesuatu yang harus dialami secara pribadi).
Dimensi Subjektif‐Objektif Dalam Ilmu Sosial
Debat
tentang epistemologi oleh karena itu dibedakan antara positivisme (yang
berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi apa yang akan terjadi pada dunia
sosial dengan mencari kebiasaan dan hubungan kausal antara elemen‐elemen
pokoknya) dan antipositivisme (yang menentang pencarian hukum atau
kebiasaan pokok dalam urusan dunia sosial yang berpendapat bahwa dunia sosial
hanya dapat dipahami dari sudut pandang individu yang secara langsung terlibat
dalam aktifitas yang diteliti). Sifat manusia (human nature), adalah
asumsi‐asumsi
tentang hubungan antar manusia dan lingkungannya. Pertanyaan dasar tentang
sifat manusia menekankan kepada apakah manusia dan pengalamannya adalah produk
dari lingkungan mereka, secara mekanis/determinis responsive terhadap situasi
yang ditemui di dunia eksternal mereka, atau apakah manusia dapat dipandang sebagai
pencipta dari lingkungan mereka.
Perdebatan
tentang sifat manusia oleh karena itu dibedakan antara determinisme (yang
menganggap bahwa manusia dan aktivitas mereka ditentukan oleh situasi atau
lingkungan dimana mereka menetap) dan voluntarisme (yang menganggap
bahwa manusia autonomous dan freewilled). Metodologi, adalah asumsi‐asumsi
tentang bagaimana seseorang berusaha untuk menyelidiki dan mendapat
“pengetahuan” tentang dunia sosial. Pertanyaan dasar tentang metodologi menekankan
kepada apakah dunia sosial itu keras, nyata, kenyataan objektif‐berada
di luar individu ataukah lebih lunak, kenyataan personal‐berada
di dalam individu. Selanjutnya ilmuwan mencoba berkonsentrasi pada pencarian
penjelasan dan pemahaman tentang apa yang unik/khusus dari seseorang
dibandingkan dengan yang umum atau universal yaitu cara dimana seseorang menciptakan,
memodifikasi, dan menginterpretasikan dunia dengan cara yang mereka temukan sendiri.
Debat tentang metodologi oleh karena itu dibagi menjadi dua antara prinsip
nomotetik (yang mendasarkan penelitian pada teknik dan prosedur yang
sistematis, menggunakan metode dan pendekatan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan
alam atau natural sciences yang berfokus pada proses pengujian hipotesis
yang sesuai dengan norma kekakuan ilmiah atau scientific rigour) dan prinsip
ideografis (yang mendasarkan penelitian pada pandangan bahwa seseorang
hanya dapat memahami dunia sosial dengan mendapat pengetahuan langsung dari
subjek yang diteliti, memperbolehkan subjektivitas seseorang berkembang dalam
sifat dasar dan karakteristik selama proses penelitian). Interaksi antara sudut
pandang ontologi, epistemologi, sifat manusia, dan metodologi memunculkan dua
perspektif yang luas dan saling bertentangan yaitu pendekatan subjektif dan objektif
dalam ilmu sosial. Pendekatan ini ditunjukkan oleh
Pemilihan Desain Penelitian
Pemilihan
desain penelitian melibatkan beberapa langkah (Crotty, 1998; Sarantakos, 1998; Denzin
dan Lincoln, 1994). Denzin dan Lincoln (1994) menyarankan pemilihan desain
penelitian yang meliputi lima langkah yang berurutan yang dimulai dari
menempatkan bidang penelitian (field of inquiry) dengan
menggunakan pendekatan kualitatif/interpretatif atau
kuantitatif/verifikasional. Langkah ini diikuti dengan pemilihan paradigma
teoretis penelitian yang dapat memberitahukan dan memandu proses penelitian.
Langkah ketiga adalah menghubungkan paradigma penelitian yang dipilih dengan
dunia empiris lewat metodologi. Langkah keempat dan kelima melibatkan proses pemilihan
metode pengumpulan data dan pemilihan metode analisis data. Sebagai
perbandingan, Crotty (1998) menyarankan pemilihan metodologi penelitian melibatkan
empat langkah yang berurutan dengan setiap langkah berhubungan dengan satu
solusi dari empat pertanyaan yaitu :
•
Metode apa yang akan digunakan?
•
Metodologi apa yang menentukan pilihan dan penggunaan metode?
•
Perspektif teoretis apa yang berada dibalik metode yang dipakai?
•
Epistemologi apa yang mendukung perspektif teoretis tersebut?
Dalam
model yang disarankan Crotty, seorang peneliti dapat memulai mendesain
penelitian dengan memilih epistemologi yang tepat. Menurut Crotty, pemilihan
epistemologi dibutuhkan untuk menunjukkan pemilihan perspektif teoretis yang
tepat (Crotty, 1998:3). Langkah ketiga dalam model Crotty melibatkan pemilihan
metodologi. Yang keempat dan merupakan langkah terakhir adalah pemilihan metode‐metode
untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Dalam model Crotty, ontologi tidak
disebutkan. Crotty menjelaskan hal tersebut dengan berpendapat bahwa tidak mungkin
untuk memisahkan ontologi dari epistemologi secara konseptual. Crotty
menyarankan bahwa dalam proses pemilihan desain penelitian “isu‐isu
ontologi dan epistemologi cenderung muncul bersamaan”, sebagai contoh, “untuk
membahas konsep makna adalah juga untuk membahas konsep realita yang bermakna”
(Crotty, 1998:10).
Dari
perspektif ini, Crotty berpendapat bahwa masih cukup mungkin untuk mengikuti
pemilihan desain penelitian dengan mengikuti modelnya dan tidak mencantumkan
ontologi (Crotty, 1998:12) ke dalam skema.
Selain
itu, Sarantakos (1998) menyarankan alternatif untuk proses pemilihan desain
penelitian dengan melibatkan tiga langkah. Model yang diajukan Sarantakos
(1998), mengikuti model Crotty pada dua langkah terakhir yaitu pemilihan
“metodologi” dan “metode”. Perbedaannya model Sarantakos dan Crotty adalah pada
pemilihan epistemologi dan perspektif teoretis. Sarantakos memandang tahap
pemilihan bidang penelitian dan perspektif teoretis sebagai sesuatu yang berhubungan
sehingga hal itu seharusnya dipandang sebagai satu langkah. Proses tersebut
disebut dengan pemilihan “paradigma” yang tepat (Sarantakos, 1998:31).
PARADIGMA DALAM PENELITIAN
Paradigma
merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana
peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari fenomena,
cara‐cara
yan digunakan dalam penelitian dan cara‐cara yang digunakan
dalam menginterpretasikan temuan. Dalam konteks penelitian, pemilihan paradigma penelitian
menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman
seluruh proses penelitian (Guba, 1990). Paradigma penelitian menentukan masalah
apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat diterimanya (Kuhn, 1970). Sarantakos
(1998) mengatakan bahwa ada beberapa pandangan dalam ilmu sosial tentang beberapa
paradigma yang ada. Namun demilian, Lather (1992) berpendapat hanya ada dua paradigma,
yaitu positivis dan pospositivis. Sebagai perbandingan, Lincoln dan Guba (1994)
mengidentifikasi empat paradigma utama, yaitu positivisme, pospositivisme,
konstruksionisme dan kritik teori.
Sarantakos
(1998) berpendapat ada tiga paradigma utama dalam ilmu sosial, yaitu positivistik,
interpretif, dan critical. Pemilihan paradigma memiliki implikasi
terhadap pemilihan metodologi dan metode pengumpulan dan analisis data. Dibawah
ini adalah ringkasan tiga paradigma menurut Sarantakos (1998).
Paradigma
positivis. Secara ringkas, positivisme adalah pendekatan yang diadopsi dari
ilmu alam yang menekankan pada kombinasi antara angka dan logika deduktif dan
penggunaan alat‐alat kuantitatif dalam
menginterpretasikan suatu fenomena secara “objektif”. Pendekatan ini berangkat dari
keyakinan bahwa legitimasi sebuah ilmu dan penelitian berasal dari penggunaan
data‐data
yang terukur secara tepat, yang diperoleh melalui survai/kuisioner dan
dikombinasikan dengan statistic dan pengujian hipotesis yang bebas
nilai/objektif (Neuman 2003). Dengan cara itu, suatu fenomena dapat dianalisis
untuk kemudian ditemukan hubungan di antara variabel‐variabel
yang terlibat di dalamnya. Hubungan tersebut adalah hubungan korelasi atau
hubungan sebab akibat. Bagi positivisme, ilmu sosial dan ilmu alam menggunakan
suatu dasar logika ilmu yang sama, sehingga seluruh aktivitas ilmiah pada kedua
bidang ilmu tersebut harus menggunakan metode yang sama dalam mempelajari dan
mencari jawaban serta mengembangkan teori. Dunia nyata berisi halhal yang
bersifat berulang‐ulang dalam aturan maupun urutan
tertentu sehingga dapat dicari hukum sebab akibatnya. Dengan demikian, teori
dalam pemahaman ini terbentuk dari seperangkat hukum universal yang berlaku.
Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk menemukan hukum‐hukum
tersebut. Dalam pendekatan ini, seorang peneliti memulai dengan sebuah hubungan
sebab akibat umum yang diperoleh dari teori umum. Kemudian, menggunakan idenya
untuk memperbaiki penjelasan tentang hubungan tersebut dalam konteks yang lebih
khusus.
Paradigma
interpretif. Pendekatan interpretif berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan
pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan
ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha
memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Jadi
fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada
realitas independen yang berada di luar mereka (Ghozali dan Chariri, 2007).
Manusia secara terus menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka berinteraksi
dengan yang lain (Schutz, 1967 dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Tujuan
pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam
ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk (Ghozali dan Chariri, 2007). Untuk
memahami sebuah lingkungan sosial yang spesifik, peneliti harus menyelami pengalaman
subjektif para pelakunya. Penelitian interpretif tidak menempatkan objektivitas
sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa demi memperoleh pemahaman
mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digali sedalam mungkin hal ini
memungkinkan terjadinya trade‐off
antara objektivitas dan kedalaman temuan penelitian (Efferin et al., 2004).
Paradigma
critical. Menurut Neuman (2003), pendekatan critical lebih
bertujuan untuk memperjuangkan ide peneliti agar membawa perubahan substansial
pada masyarakat. Penelitian bukan lagi menghasilkan karya tulis ilmiah yang
netral/tidak memihak dan bersifat apolitis, namun lebih bersifat alat untuk
mengubah institusi sosial, cara berpikir, dan perilaku masyarakat ke arah yang
diyakini lebih baik. Karena itu, dalam pendekatan ini pemahaman yang mendalam
tentang suatu fenomena berdasarkan fakta
lapangan perlu dilengkapi dengan analisis dan pendapat yang berdasarkan keadaan
pribadi peneliti, asalkan didukung argumentasi yang memadai. Secara ringkas, pendekatan
critical didefinisikan sebagai proses pencarian jawaban yang melampaui
penampakan di permukaan saja yang seringkali didominasi oleh ilusi, dalam
rangka menolong masyarakat untuk mengubah kondisi mereka dan membangun dunianya
agar lebih baik (Neuman, 2003:81).
PARADIGMA DAN PERUMUSAN TEORI
Perbedaan
pandangan tersebut akan mempengaruhi cara‐cara yang digunakan
dalam penelitian guna membangun suatu teori. Gioia dan Pitre (1990) mengatakan
bahwa perbedaan paradigma akan mempengaruhi tujuan penelitian, aspek teoritis
yang digunakan dan pendekatan dalam membangun teori. Tabel 2 dan 3 menjelaskan
pendekatan dalam pengembangan teori yang dibangun dari paradigma yang berbeda.
Paradigma Positif
Paradigma
positif sering dinamakan paradigma functionalist. Paradigma ini berusaha
menguji keajegan (reguralities) dan hubungan variabel sosial yang diharapkan
dapat menghasilkan generalisasi dan prinsip‐prinsip yang bersifat
universal. Paradigma ini beriorentasi pada upaya untuk mempertahankan status
quo dari isu penelitian yang ada. Artinya, penelitian dilakukan dengan asumsi
bahwa isu sosial sudah ada di luar sana (given) tinggal diteliti/dikonfirmasi
sehingga tidak ada usaha untuk mengubah isu yang ada. Paradigma ini mencoba
mengembangkan teori berdasarkan pendekatan deduktif dengan diawali dengan
review atas literature dan mengoperasionalkannya dalam penelitian. Hipotesis kemudian
dikembangkan dan diuji dengan menggunakan data yang ada berdasarkan pada
analisis statistik. Oleh karena itu, pendekatan ini cenderung mengkonfirmasi,
atau merevisi ataumemperluas teori (refinement) melalui analisis
hubungan sebab akibat (causal analysis).
Paradigma Interpretive
Paradigma
interpretive didasarkan pada keyakinan bahwa individu (manusia) merupakan mahluk
yang secara sosial dan simbolik membentuk dan mempertahankan realita mereka
sendiri. (Berger dan Luckmann 1967; Morgan dan Smircich 1980). Oleh karena itu,
tujuan dari pengembangan teori dalam paradigma ini adalah untuk menghasilkan
deskripsi, pandanganpandangan dan penjelasan tentang peristiwa sosial tertentu
sehingga peneliti mampu mengungkap sistem interpretasi dan pemahaman (makna)
yang ada dalam lingkungan sosial. Misalnya dalam kasus korupsi tugas peneliti
ada menggali tentang bagaimana pelaku korupsi memandang korupsi, dan bagaimana
mereka melakukan korupsi. Hasil penelitian sangat tergantung pada kemampuan individu
untuk menggambarkan dan menjelaskan bagaimana pelaku korupsi tersebut membentuk
realita mereka sendiri sehingga terbiasa dengan korupsi. Dalam konteks ini,
tugas peneliti adalah mencari data dan menganalisisnya dari sudut pandang
pelaku sehingga akan terlihat bagaimana dinamika sosial membentuk pemahaman
mereka tentang korupsi. Dengan demikian, penelit mencoba meninterpretasikan
temuan berdasarkan cara pandang yang digunakan oleh pelaku korupsi. Intinya
paradigma ini berusaha mengungkap bagaimana (how) realitas sosial
dibentuk dan dipertahankan oleh individu tertentu dan bagaimana mereka memaknainya.
Paradigma Radical
Humanist
Paradigma ini hampir serupa dengan interpretive namun lebih bersikap kritikal
dan evaluatif. Tujuan dari paradigma ini adalah untuk membebaskan individu dari
berbagai sumber eksploitasi, dominasi, dan tekanan yang muncul dari tatanan
sosial yang ada dengan tujuan untuk mengubah tatanan tersebut tidak sekedar
memahami dan menjelaskannya. Pandangan ini sering dinamakan Critical Theory.
Critical theory berusaha untuk mengubah struktur yang melekat pada kondisi
status quo yang berpengaruh pada perilaku individu dan mencoba mengubahnya
dengan menunjukkan pada individu bahwa struktur tersebut merugikan pihak lain
karena adanya unsur dominasi, tekanan dan eksploitasi. Dalam konteks paradigma
ini, pengembangan teori didasarkan pada agenda yang bersifat politis Hal ini
disebabkan tujuan dari teori adalah untuk menguji legitimasi tentang konsensus
sosial tentang makna (meaning) dan untuk mengungkap adanya distorsi komunikasi
dan mendidik individu untuk memahami cara‐cara yang menyebabkan
munculnya distorsi tersebut (Forester 1983 dan Sartre 1943). Intinya, paradigma
ini berusaha mengkritisi dan menjelaskan mengapa (why) realitas sosial dibentuk
dan menanyakan alasan atau kepentingan apa yang melatarbelakangi pembentukan realitas
sosial tersebut.
Paradigma Radical Structuralist
Paradigma
radical structuralist merupakan paradigma yang didasarkan pada ideologi yang berusaha
melakukan perubahan secara radical terhadap realita yang terstruktur. Paradigma
ini mirip dengan radical humanist namun structuralist lebih bersifat makro
yaitu pada kelas‐kelas (kelompok) yang ada dalam
masyarakat atau struktur industri. Kelas‐kelas tersebut
menimbulkan dominasi satu kelompok tertentu (yang lebih tinggi, seperti
pengusaha) terhadap kelompok lainnya (yang lebih rendah, misalnya buruh). Bagi
radical sttructuralist, kondisi masyarakat atau organisasi pada dasarnya
terbentuk melalui proses historis. Kondisi tersebut ditandai dengan kekuatan
sosial yang muncul karena hubungan sosial yang tidak berfungsi dengan baik
sehingga memunculkan konflik. Konflik inilah yang dicoba dijelaskan dan diubah
oleh radical structuralis melalui proses tranformasi untuk menunjukkan nilai‐nilai
dan sebab musabab terjadinya konflik tersebut. Perumusan teori dalam paradigma
ini didasarkan pada model pencarian pengetahuan (mode of inquiry) yang
bersifiat kritikal, dialektikal dan historis. Tujuan teori adalah untuk
memahami, menjelaskan, mengkritik dan bertindak atas dasar mekanisme struktural
yang terdapat dalam dunia sosial atau organisasi dengan tujuan utama melakukan
transformasi melalui collective resistence dan perubahan radical
(Heydebrand 1983). Proses perubahan dilakukan melalui observasi terhadap kondisi
sosial atau organisasi dan pengembangan teori melibatkan proses berpikir ulang
(rethinking) atas dasar data yang ada dan dianalisis dengan menggunakan
perspektif yang berbeda (Gioia dan Pitre 1993). Bagi structuralist, proses
pengembangan teori dilakukan melalui argumentasi dengan menyoroti bukti
historis bahwa ada dominasi tertentu yang harus diubah dalam struktur
masyarakat atau organisasi.
APA ITU PENELITIAN KUALITATIF ?
Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam setting tertentu yang
ada dalam kehidupan riil (alamiah) dengan maksud menginvestigasi dan memahami
fenomena: apa yang terjadi, mengapa terjadi dan bagaimana terjadinya?. Jadi
riset kualitatif adalah berbasis pada konsep “going exploring” yang
melibatkan in‐depth
and case‐oriented
study atas sejumlah kasus atau kasus tunggal (Finlay
2006). Tujuan utama penelitian kualitatif adalah membuat fakta mudah dipahami (understandable)
dan kalau memungkinan (sesuai modelnya) dapat menghasilkan hipotesis baru. Penelitian kualitatif memiliki beberapa ciri.
Ciri tersebut dapat dikaitkan dengan peranan peneliti, hubungan yang dibangun,
proses yang dilakukan, peran makna dan interpretasi serta hasil temuan. Ciri
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Finlay 2006)
1. Peranan
Peneliti dalam membentuk pengetahuan. Dalam proses pembentukan/konstruksi
pengetahuan, peneliti merupakan figur utama yang mempengaruhi dan membentuk
pengetahuan. Peran ini dilakukan melalui proses pengumpulan, pemilihan dan
interpretasi data. Jadi, sangatlah tidak mungkin untuk melakukan penelitian,
jika penelitian tidak terjun langsung pada obyek yang diteliti. Konsekuensinya,
peneliti harus terlibat secara langsung dalam setiap tahap kegiatan penelitian
dan harus berada langsung dalam setting penelitian yang dipilih.
2. Arti
penting hubungan peneliti dengan pihak lain Penelitian kualitatif merupakan
proses yang melibatkan peserta (yang diteliti), peneliti dan pembaca serta relationship
yang mereka bangun. Jadi, peneliti dipengaruhi oleh lingkungan sosial,
historis dan kultural dimana riset dilakukan. Konsekuensinya, ketika melakukan penelitian,
peneliti harus mampu membangun hubungan yang baik dengan obyek penelitian dan mampu
menyajikan hasil penelitian sehingga pembaca dapat mengikuti dengan jelas alur pemikiran
peneliti dalam membangun suatu pengetahuan.
3. Penelitian
bersifat inductive, exploratory dan Hypothesis‐Generating
Penelitian kualitatif selalu didasarkan pada fenomena yang menarik dan dimulai
dengan pertanyaan terbuka (open question); bukan dimulai dengan
hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Jadi, penelitian bertujuan
menginvestigasi dan memahami social world bukannya memprediksi perilaku.
Penelitian dilakukan secara induktif dan exploratif dengan melihat apa yang
terjadi, mengapa terjadi, dan bagaimana terjadinya sehingga diharapkan dapat menghasilkan
hipotesis baru.
4. Peranan
Makna (Meaning) dan Interpretasi. Penelitian kualitatif difokusan pada
bagaimana individu memahami dunianya dan bagaimana mereka mengalami peristiwa
tertentu. Jadi, penelitian ini berusaha menginterpretasikan fenomena dari
kacamata pelaku berdasarkan pada interpretasi mereka terhadap fenomena tersebut
5. Temuan
sangat kompleks, rinci, dan komprehensif. Penelitian kualitatif didasarkan pada
deskripsi yang jelas dan detail, karena mejawab pertanyaan apa, mengapa dan
bagaimana. Oleh karena itu, penyajian atas temuan sangatlah kompleks, rinci dan
komprehensif sesuai dangan fenomena yang terjadi pada setting penelitian.
MENGAPA PERLU QUALITATIVE
RESEARCH?
Ada
beberapa alasan yang mendorong mengapa ekonomi, manajemen dan akuntansi memerlukan
pendekatan kualitatif. Yang pertama, bidang kajian bukan disiplin yang “bebas
nilai”. Artinya, kegiatan bisnis dan manajemen sangat tergantung pada nilai‐nilai,
norma, budaya, dan perilaku tertantu yang terjadi di suatu lingkungan bisnis.
Jika lingkungannya berbeda, maka gaya dan pendekatan yang digunakan dapat
berbeda. Hal ini disebabkan manajemen/bisnis merupakan realitas yang terbentu
secara sosial melalui interaksi individu dan lingkungannya (socially Constructed
Reality); merupakan praktik yang diciptakan manusia (human creation);
merupakan wacana simbolik yang dibentuk oleh individunya (symbolic discourse)
dan hasil dari kreatifitas manusia (human creativity). Yang kedua, tidak
semua nilai, perilaku, dan interaksi antara social actors dengan lingkungannya
dapat dikuantifikasi. Hal ini disebabkan persepsi seseorang atas sesuatu sangat
tergantung pada nilai‐nilai, budaya, pengalaman dan lain‐lain
yang dibawa individu tersebut. Misalnya, dalam matematika jika orang ditanya
berapa hasil 3 x 4, maka orang akan menjawab 12. Namun demikian, jika
pertanyaan tersebut ditujukan pada tukang afdruk foto hasilnya bisa Rp 1.000, Rp
1.500 atau yang lain. Jawaban ini dapat berbeda karena seseorang merespon
sesuatu berdasarkan pengalaman, budaya dan nilai‐nilai yang
selama ini mereka yakini. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian angka tertentu
(kuantifikasi) untuk mewakili perilaku, nilai, dan fenomena sosial lain dapat
menghasilkan sesuatu yang menyesatkan dan tidak menggambarkan kondisi riil yang
sebenarnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap manajemen/bisnis sebagai socially
constructed reality hanya dapat dilakukan dalam setting organisasi
atau lingkungan tertentu.
TIPE DAN PROSES PENELITIAN
KUALITATIF
Penelitian
kualitatif memiliki berbagai model tidak hanya hanya studi kasus. Pemilihan
model penelitian kualitatif sangat tergantung pada sudut pandang yang digunakan
peneliti dan tujuan penelitian. Beberapa penelitian kualitatif dapat dilakukan
dalam perspektif Symbolic Interactionism, semiotics, existential
phenomenology, constructivism dan critical. (Searcy and Mentzer 2003). Misalnya,
ada fenomena yang muncul dalam masyarakat yang behubungan dengan kecurangan keuangan
(fraud). Atas dasar pilihan perspektif
yang digunakan, langkah berikutnya adalah mengikuti tahapan penelitian. Tahapan
kegiatan dalam penelitian kualitatif tidak berbeda jauh dengan penelitian lainnya,
yaitu: menentukan research problem, melakukan literature review, mengumpulkan
data dan analisis data.
Masalah Penelitian
Tahapan
terberat dalam melakukan penelitian adalah memulainya: apa yang mau diteliti?
dan
darimana mulainya? Penelitian kualitatif dilakukan berdasarkan pada fenomena
yang terjadi.
Fenomena
dapat berasal dari dunia nyata (praktik) maupun kesenjangan teori dan research
gap. Fenomena tersebut kemudian digunakan sebagai dasar dalam merumuskan
masalah penelitian
Literature Review
Literature
review merupakan hal yang penting dalam penelitian kualitatitf. Kegiatan
iniberkaitan dengan telaah atas teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan
fenomena dan telaah penelitian sebelumnya untuk menunjukkan keterkaitan antara
penelitian yang sedang dilakukan dengan yang telah dilakukan. Dalam Penelitian
kualitatif, teori berfungsi sebagai “cermin” (lens) untuk memahami fenomena.
Sehingga dengan menggunakan teori tersebut, fenomena yang semula sulit untuk dipahami
menjadi lebih mudah dipahami dan bermakna. Oleh karena itu, untuk memahami fenomena
peneliti harus mampu memilih teori yang relevan dengan aspek ontology atas
isu penelitian yang digunakan dan sesuai dengan masalah penelitian. Teori tidak
sekedar “dijahit” dalam penelitian tapi harus dijelaskan mengapa relevan dan
harus dikaitkan langsung dengan masalah penelitian. Perlu juga dipahami teori
harus dipilih karena relevansinya dengan penelitian bukan karena popularitas
dari teori tersebut. Ada beberapa alasan mengapa literatur review perlu
diperhatikan dalam penelitian kualitatif. Alasan tersebut adalah (Neumen 2003):
1. Menunjukkan
pemahaman tentang body of knowledge dan kredibilitas peneliti. Literatur
review menceritakan apa yang telah diketahui peneliti di bidang pengetahuan
yang sedang diteliti. Oleh karena itu, literatur review berfungsi untuk
menunjukkan apakah kompetensi, kemampuan dan background peneliti
tercermin pada apa yang ditulis.
2. Menunjukkan
pola penelitian sebelumnya dan kaitannya dengan riset yang sedang dilakukan Literatur
review dapat mengarahkan peneliti pada pertanyaan penelitian dan menunjukkan
perkembangan knowledge. Review yang baik dapat menunjukkan apakah
riset yang dilakukan relevan dengan body of knowledge yang ada.
3. Menciptakan
koherensi dan meringkas “what is known in an area” Literatur
review memungkinkan peneliti untuk mengelompokkan dan mensintesiskan hasil‐hasil
penelitian yang berbeda. Jadi review yang baik dapat menggambarkan apakah
literatur review yang dilakukan dapat menunjukkan apa yang sudah
dilakukan dan apa yang belum dilakukan.
4. Belajar
dari orang lain dan mendorong munculnya ide baru Literatur
review membatu peneliti untu menceritakan apa yang telah ditemukan sehingga peneliti
memperoleh manfaat dari yang telah dikerjakan orang lain
Pengumpulan Data
Dalam
penelitian kualitatif, kualitas riset sangat tergantung pada kualitas dan
kelengkapan data yang dihasilkan. Pertanyaan yang selalu diperhatikan dalam
pengumpulan data adalah apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana.
Penelitian kualitatif bertumpu pada triangulation data yang dihasilkan
dari tiga metode: interview, participant observation, dan telaah catatan
organisasi (document records)
1. Interview.
Interview bertujuan mencatat opini, perasaan, emosi, dan hal lain berkaitan
dengan individuyang ada dalam organisasi. Dengan melakukan interview, peneliti
dapat memperoleh data yang lebih banyak sehingga peneliti dapat memahami budaya
melalui bahasa dan ekspresi pihak yang diinterview; dan dapat melakukan
klarifikasi atas hal‐hal yang tidak diketahui. Pertanyaan
pertama yang perlu diperhatikan dalam interview adalah Siapa yang harus
diinterview? Untuk memperoleh data yang kredibel maka interview harus
dilakukan dengan Knowledgeable Respondent yang mampu menceritakan dengan
akurat fenomena yang diteliti. Isu yang kedua adalah Bagaimana membuat
responden mau bekerja sama? Untuk merangsang pihak lain mau meluangkan
waktu untuk diinterview, maka perilaku pewawancara dan responden harus selaras
sesuai dengan perilaku yang diterima secara sosial sehingga ada kesan saling
menghormati. Selain itu, interview harus dilakukan dalam waktu dan tempat yang
sesuai sehingga dapat menciptalan rasa senang, santai dan bersahabat. Kemudian,
peneliti harus berbuat jujur dan mampu meyakinkan bahwa identitas responden
tidak akan pernah diketahui pihak lain kecuali peneliti dan responden itu
sendiri. Data yang diperoleh dari wawancara umumnya berbentuk pernyataan yang menggambarkan
pengalaman, pengetahuan, opini dan perasaan pribadi. Untuk memperoleh data ini peneliti
dapat menggunakan metode wawancara standar yang terskedul (Schedule
Standardised Interview), interview standar tak terskedul (Non‐Schedule
Standardised Interview) atau interview informal (Non
Standardised Interview). Ketiga pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan
teknik sebagai berikut:
a. Sebelum
wawancara dimulai, perkenalkan diri dengan sopan untuk menciptakan hubungan
baik
b. Tunjukkan
bahwa responden memiliki kesan bahwa dia orang yang “penting”
c. Peroleh
data sebanyak mungkin
d. Jangan
mengarahkan jawaban
e. Ulangi
pertanyaan jika perlu
f. Klarifikasi
jawaba
g. Catat
interview
2. Participant observation
Participant
observation dilakukan dengan cara mengamati secara langsung perilaku individu dan
interaksi mereka dalam setting penelitian. Oleh karena itu, Peneliti harus
terlibat langsung dalam kehidupan sehari‐hari subyek yang
dipelajari. Dengan cara ini peneliti dapat memperoleh data khusus di luar
struktur dan prosedur formal organisasi. Masalahnya, apa yang harus dilakukan?.
Dalam participant observation, peneliti melakukan kegiatan sebagai
berikut
a. Melibatkan
diri dalam aktivitas sehari‐hariMencatat kejadian, perilaku dan
setting social secara sistematik (apa yang terjadi, kapan, dimana, siapa,
bagaimana). Adapun data yang dikumpulkan selama observasi adalah:deskripsi
program, perilaku, perasaan, dan pengetahuan;
b. wujud
data adalah catatan (field note): Apa yang terjadi, bagaimana terjadinya, siapa
yang ada di sana
c. Catatan
semua kejadian atau perilaku yang dianggap penting oleh peneliti (Bisa berupa checklist
atau deskripsi rinci tentang peristiwa atau perilaku tertentu)
3. Telaah Organisational Record
Arsip
dan catatan organisasi merupakan bukti unik dalam studi kasus, yang tidak
ditemui
dalam
interview dan observasi. Sumber ini merupakan sumber data yang dapat digunakan
untuk mendukung data dari observasi dan interview. Selain itu, telaah terhadap
catatan organisasi dapat memberikan data tentang konteks historis setting organisasi
yang diteliti. Sumber datanya dapat berupa catatan adminsitrasi, surat‐menyurat,
memo, agenda dan dokumen lain yang relevan.
VALIDITAS DAN RELIABITAS
Dalam
penelitian kualitatif, validitas dan reliabilitas sering dinamakan
Kredibilitas. Penelitian kualitatif memiliki dua kelemahan utama:
(a)
Peneliti tidak dapat 100% independen dan netral dari research setting;
(b)
Penelitian kualitatif sangat tidak terstruktur (messy) dan sangat interpretive.
Pertanyaannya
adalah bagaimana meningkatkan kredibilitas case study? Creswell dan Miller
(2000) menawarkan 9 prosedur untuk meningkatkan kredibilitas penelitian
kualitatif, antara lain: triangulation, disconfirming evidence, research
reflexivity, member checking, prolonged engagement in the field,
collaboration,
the audit trail, thick and rich description dan peer debriefing.
1. Triangulation
Triangulation
artinya menggunakan berbagai pendekatan dalam melakukan penelitian. Artinya,
dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat menggunakan berbagai sumber data,
teori, metode dan investigator agar informasi yang disajikan konsisten. Oleh
karena itu, untuk memahami dan mencari jawaban atas pertanyaan penelitian,
peneliti dapat mengunakan lebih dari satu teori, lebih dari satu metode
(inteview, observasi dan analisis dokumen). Di samping itu, peneliti dalam melakukan
interview dari bawahan sampai atasan dan menginterpretasikan temuan dengan
pihak lain.
2. Disconfirming Evidence
Prosedur
ini dilakukan dengan cara mencari tema dan kategori yang konsisten dan menerapkan
proses tertentu untuk membuktikan ketidakbenaran (disconfirm) temuan
tersebut. Langkah yang dilakukan adalan mengidentifikasi tema riset, dan jika
sudah teridentifikasi, cari bukti negative.
3. Research Reflexivity
Dalam
research reflexity, peneliti menjelaskan aspek ontology, epistemology,
dan asumsi tipe manusia yang digunakan dalam penelitian. Cara ini
dilakukan untuk menunjukkan kepada pembaca mengapa teori tertentu dan
metode penelitian tertentu diadopsi. Aspek ini perlu diungkapkan, karena
persepsi peneliti dibentuk oleh sistem nilai dan keyakinan
4. Member Checking
Member
checking dilakukan dengan cara kembali ke research setting untuk
memverifikasi kredibilitas informasi. Langkah yang dilakukan adalah prosedur
ini adalah:
a. Setiap
temuan harus didiskusikan dan dicek validitasnya dengan orang dalam organisasi yang
mengetahui fenomena yang diteliti
b. Apakah
data/temuan tersebut benar dan diinterpretasikan sama baik oleh peneliti maupun
orang lain
5. Prolonged Engagement In The
Field
Untuk
meningkatkan kredibilitas hasil penelitian, peneliti dapat mengalokasikan waktu
yang cukup lama di setting penelitian (biasanya lebih dari 3 bulan, tergantung
tujuan penelitian). Langkah ini dapat mengurangi kemungkinan munculnya:
a. Observer‐caused effect (kondisi
yang muncul dilapangan karena keberadaan observer)
b. Observer bias (misinterpretation karena
keterbatasan data dan pengetahuan)
c. Kesulitan dalam memperoleh akses atas data
yang diperlukan
6 . Collaboration
Atas
dasar prosedur ini, peneliti dapat menunjuk seorang participant untuk diangkat
sebagai co‐researcher
dalam
proses penelitian. Partisipan tersebut berperang seperti “mata‐mata”
yang bertugas membantu mencari data, dan menginterpretasikan temuan. Agar credible,
participant tersebut harus memiliki pengetahuan tentang fenomena yang
diteliti dan memiliki akses terhadap sumber data
7. The Audit Trail
Audit
trail dapat dilakukan dengan cara peneliti mengkonsultasikan hasil temuan
penelitian dengan pihak eksternal untuk menilai kredibilitas metode pengumpulan
data, temuan dan interpretasi yang dibuat. Pihak eksternal yang dipilih adalah
orang yang memahami fenomena dan independent
8. Thick and Rich Description
Kredibilitas
hasil penelitian kualitatif dapat dipertahankan dengan cara menggambarkan secara
rinci dan jelas temuan penelitian. Oleh karena itu peneliti harus mampu
menggambarkan dengan detail tentang research setting, participant, tema
penelitian, proses pencarian data, proses interpretasi, dll
9. Peer Debriefing
Kredibilitas
hasil penelitian dapat juga ditingkatkan dengan cara melakukan review atas data
dan kegiatan penelitian berdasarkan pada familiarity peneliti atas
fenomena yang diteliti Perlu diingat bahwa kesembilan prosedur tersebut tidak
harus diterapkan semuanya. Penelitian dapat memilih beberapa prosedur sesuai
dengan kondisi di lapangan dan fokus penelitian
RISET LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
Riset
lapangan dan analisis data mwerupakan proses yang tidak dap[at dipisahkan dalam
penelitian kualitatif. Artinya, analisis data dilakuakn bersamaan dengan
pengumpulan data. Untuk memudahkan penelitian lapangan, langkah berikut ini
dapat diikuti (Neumen 2003):
1. Mulai
Dengan Benar. Untuk memulau penelitian dengan benar, seorang peneliti dapat
melakukan tahapan sebagai berikut:
a. Lihat
fenomena yang ada, lengkapi dengan penelitian yang sudah ada (Bacalah semua literatur
yang relevan!)
b. Defocusing dengan cara mengosongkan
konsep yang selama ini ada dipikiran:
c. Lakukan “penerawangan” secara terbuka untuk
menyaksikan berbagi jenis situasi, perilaku, dan setting sebelum menentukan
mana yang penting dan tidak penting dengan cara mengabaikan peran “kita”
sebagai peneliti
2. Menentukan
Research Setting
Research
setting memainkan peranan dalammenghasilkan riset yag
berkualitas. Oleh karena itu, seorang peneliti dapat melakukan langkah berikut:
a. Pilihlah
setting penelitian yang unik, sesuai dengan fenomena yang diteliti
b. Setting
yang dipilih meliputi berbagai aktivitas, hubungan sosial, dan kejadian lain
yang dapat memberikan banyak data menarik
c. Poin
penting:
– Mengapa setting tersebut dipilih?
– Bagaimana memperoleh akses?
3. Memasuki
Research Site
Ketika
masuk ke dalam research site, peneliti dapat melakukan langkah berikut ini agar
riset berjalan lancar:
a. Lakukan perencanaan yang matang
b.
Lakukan negosiasi
c. elaskan kepada orang yang terlibat di setting
penelitian tentang diri peneliti dan scope penelitian yang dilakukan
Oleh
karena peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian, maka peneliti harus
mampu membangun hubungan yang baik dengan semua pihak. Dalam proses ini
biasanya ada semacam tekanan atas apa yangg terjadi dan adanya konsekuensi
pribadi yang ditanggung peneliti ketika membentuk hubungan tersebut (relationship
& personal feeling). Yang perlu diperhatikan peneliti harus menyadari
dirinya sebagai orang asing dalam setting tersebut.
4. Ketika
di Research Site
Pada
waktu berada di setting penelitian, peneliti harus mampu mengembangkan
hubungan sosial dengan anggota organisasi sehingga muncul kepercayaan diri dan
mampu mengembangkan sikap berteman (trust and friendly feeling).
Untuk mewujudkan kondisi ini, peneliti dapat melakukan langkah beriktu ini:
a. Perhatikan
anggota yang tidak kooperatif dan atasi dengan sabar
b. Pahami
perilaku dengan mempelajari “bagaimana berpikir dan bertindak dalam perspektif anggota
organisasi”
c. Identifikasi
bagaimana mengatasi personal stress dan masalah lain sedini mungkin (what
if questions)
5. Observasi
dan Pengumpulan Data
Agar
peneliti dapat mengumpulkan data yang berkualitas dan cukup, peneliti harus
jeli melakukan observasi di lapangan untuk melihat berbagai kejadian yang
relevan dengan fenomena penelitian. Untuk itu peneliti harus mampu
mengembangkan sikap berikut ini:
·
Melihat dan Mendengar
·
Perhatikan, lihat dan dengar dengan hati‐hati
(research as instrument)
·
Fokuskan perhatian pada detail
kejadian/peristiwa, perilaku, kondisi fisik, percakapan, gesture, dan
lain lain
·
Fokuskan pada apa yang terjadi, dimana,
siapa yang terlibat, kapan terjadinya dan bagaimana kejadiannya.
·
Taking Notes
Ketika
ada kejadian menarik, peneliti harus segera mencatat apa yang dilihat sehingga mampu
menggambarkan kondisi yang sebenarnya dari fenomena yang terjadi.
6. Fokus
pada Setting Khusus
Satu
hal yang perlu diperhatikan, ketika peneliti berada dilapangan dan melakukan pengamatan,
maka peneliti harus mampu memfokuskan perhatiannya pada setting khusus. Jadi peneliti
sebaiknya melihat hal‐hal secara umum, kemudian fokuskan pada
isu khusus. Ada tiga kejadian yang dapat ditemukan di lapangan:
·
Routine events (peristiwa
yang terjadi setiap hari. Peristiwa ini bukannya tidak penting, namun bukan
menjadi fokus utama pengamatan, hanya perlu diketahui)
·
Special events (peristiwa
yang diumumkan dan direncankan sebelumnya. Peristiwa ini perlu diperhatikan
karena tidak terjadi setiap hari, sehingga dipandang cukup penting dalam penelitian)
·
Unanticipated events (peritiwa
yang terjadi bergitu saja, tidak bersifat rutin dan tidak pernah direncanakan
sebelumnya. Peristiwa semacam ini yang sering menimbulkan kejutan sehingga mampu
menggambarkan kejadian menarik dari obyek yang sedang diteliti)
7. Field
Interviews
Field
interview bisanya dilakukan informal, karena cara ini lebih
mudah untuk membentuk hubungan sosial dan menggali informasi sedalam dalamnya.
Isu utama dalam tahap ini adalah apa yang harus ditanyatakan? Ada tiga kelompok
pertanyaan yang dapat didesain untuk mengumpulkan informasi melalui interview:
a. Descriptive
questions (explore setting dan mempelajari individu: apa, siapa,
dimana, kapan, bagimana)
b. Structural
questions (pertanyaan klasifikasi‐misal: apa indikator
keberhasilan manajer?)
c. Contrast
questions (untuk mengembangkan analisis dgn fokus persamaan dan perbedaanmisal:
apa yang membedakan manajer yang sukses dan manajer yang gagal?
ANALISIS DATA
Dalam
penelitian kualitatif, tidak ada pendekatan tunggal dalam analisis data.
Pemilihan metode sangat tergantung pada research questions (Baxter and
Chua 1998); research strategies dan theoretical framework (Glaser
and Strauss 1967). Untuk melakukan analisis, peneliti perlu menangkap,
mencatat, menginterpretasikan dan menyajikan informasi. Satu hal yang perlu diperhatikan
oleh peneliti adalah dalam penelitian kualitatif, analisis data tidak dapat
dipisahkan dari data collection. Oleh karena itu, ketika data mulai
terkumpul dari interviews, observation dan archival sources,
analisis data harus segera dilakukan untuk menentukan pengumpulan data berikutnya.
Adapun langkah analisis dapat dilakukan sebagai berikut:
A.
Data Reduction
Data
reduction intinya mengurangi data yang tidak penting sehingga data yang
terpilih dapat diproses ke langkah selanjutnya. Dalam penelitian kualitatif,
data yang diperoleh dapat berupa simbol, statement, kejadian, dan
lainnya. Oleh karena itu timbul masalah karena data masih mentah, jumlahnya
sangat banyak dan bersifat non‐kuantitatif (sangat deskriptif) sehingga
tidak dapat digunakan secara langsung untuk analisis. Oleh karena itu, data
perlu diorganisir kedalam format yang memungkinkan untuk dianalisis. Data
reduction yang mencakup kegiatan berikut ini:
a. Organisasi
Data, –Menentukan Kategori, Konsep, Tema dan Pola (Pattern) Data
dari interview ditulis lengkap dan dikelompokkan menurut format tertentu (missal
menurut jabatan struktural, diberi warna, dll). Responden dapat ditandai
dengan inisial (misalnya Si A, Manajer A, dll). Dengan cara ini,
peneliti dapat mengidentifikasi informasi sesuai pemberi informasi
dengan misalnya jabatan responden. Transkrip hasil interview kemudian dapat
dianalisis dan key points dapat ditandai untuk memudahkan coding dan
pengklasifikasian . Data dari observasi dan arsip biasanya berupa
catatan (field note). Prosesnya tidak berbeda jauh dengan data hasil
wawancara. Field note selama observasi dapat diorganisir ke dalam form
dengan judul tertentu, misalnya: tanggal, jam, peristiwa, partisipan,
deskripsi peristiwa, dimana terjadinya, bagaimana terjadi, apa yang
dikatakan, serta opini dan perasaan peneliti. Sementara itu, data dari
analisis catatan organisasi (arsip) dapat diorganisir ke dalam format tertentu
untuk mendukung data dari observasi dan interview Narasi
(deskripsi) yang telah diorganisir dapat dikelompokkan kedalam tema tertentu,
dengan menggunakan code. Pengelompokan tema tersebut harus koheren
dengan tujuan penelitian dan keyakinan yang dibuat oleh peneliti sesuai
dengan fenomena penelitian.
b. Coding
Data. Data yang diperoleh dari langkah di atas, kemudian
dikelompokkan ke dalam tema tertentu dan diberi kode untuk melihat
kesamaan pola temuan. Jadi, Coding harus dilakukan sesuai dengan
kerangka teoritis yang dikembangkan sebelumnya. Dengan cara ini, Coding memungkinkan
peneliti untuk mengkaitkan data dengan masalah penelitian
• Open Coding
– Merupakan langkah pertama pemberian
kode
– Peneliti menganalisis dan menentukan
berbagai kategori tema
• Axial Coding
–
Peneliti menganalisis keterkaitan satu tema dengan tema lainnya: cause &
consequence, condition & interactions, strategy & process dan
membuat “cluster”
• Selective Coding
– Scanning data dan coding yang
dilakukan sebelumnya setelah semua data lengkap
– Tema utama muncul dan memudahkan
peneliti untuk melakukan interpretasi dan analisis
B.
Pemahaman (understanding) dan Mengujinya
Atas
dasar coding, peneliti dapat memulai memahami data secara detail dan
rinci. Proses ini dapat berupa “pemotongan” data hasil interview dan dimasukkan
ke dalam folder khusus sesuai dengan tema/pattern yang ada. Hasil
observasi dan analisis dokumen dapat dimasukkan ke dalam folder yang sama
untuk mendukung pemahaman atas data hasil interview. Data kemudian dicoba
dicari maknanya/diinterpretasi. Dalam melakukan interpretasi, peneliti harus
berpegang pada koherensi antara temuan interview, observasi dan analisis
dokumen.
C.
Interpretasi
Hasil
interpretasi kemudian dikaitkan dengan teori yang ada sehingga interpretrasi
tidak bersifat bias tetapi dapat dijelaskan oleh teori tersebut. Perlu diingat
bahwa dalam melakukan interpretasi, peneliti tidak boleh lepas dari kejadian
yang ada pada setting penelitian. Di samping itu, peneliti harus mampu
mengkaitkan temuan penelitian dengan berbagai teori karena penelitian kualitatif
berpegang pada konsep triangulation. Untuk memudahkan analisis, peneliti dapat
menggunakan strategi di bawah ini (Neumen 2003):
1) Narrative
(ceritakan
secara detail kejadian dalam setting)
2) Ideal types (Bandingkan data
kualitatif dengan model kehidupan sosial yang ideal)
3) Success approximation (Kaitkan
data dengan teori secara berulang‐ulang, sampai perbedaannya hilang)
4) Illustrative method (Isi
“kotak kosong” dalam teori dengan data kualitatif)
5) Path Dependency and Contingency (Mulai
dengan hasil kemudian lacak balik urutan kejadian untuk melihat jalur yang
menjelaskan kejadian tersebut)
6) Domain
analysis (masukkan istilah-istilah asli yang menunjukkan ciri
khas obyek yang diteliti)
7) Analytical
Comparison (identifikasi berbagai karakter dan
temuan kunci diperoleh, bandingkan persamaan dan perbedaan karakter tersebut
untuk menentukan mana yang sesuai dengan temuan kunci.
MENULIS LAPORAN
Menulis
laporan penelitian dalam kerangka Qualitative Research , kelihatan
“lebih sulit” dilakukan dan cenderung lebih panjang dibanding quantitative
research. Hal ini disebabkan (Yin 2003):
(a)
data kualitatif lebih sulit untuk
diringkas karena berbentuk kata, simbol, gambar, kalimat, narasi dan kutipan,
(b) perlunya deskripsi detail atas setting dan
kejadian yang membawa pembaca ke sudut pandang subyektif tentang makna social
setting
(c)
Teknik pengumpulan & analisis data
tidak begitu
(d) Menggunakan
style dan tone tulisan yang lebih variatif sehingga cenderung
lebih panjang Namun demikian, secara umum isi laporan penelitian (thesis) model
kualitatif tidak berbeda jauh dengan model kuantitatif. Elemen laporan
penelitian umumnya berisi Latar
Belakang, Literature Review,
Metode Penelitian, Gambaran Kasus/Setting, Pembahasan dan kesimpulan
Kesimpulan.
Laporan
yang dibuat harus menggambarkan dengan jelas dan rinci fenomena yang diteliti. Selain itu, apa yang ditulis dalam laporan
penelitian (thesis), harus mampu menunjukkan adanya koherensi antara aspek
ontology, permasalahan yang diteliti dan kerangka teoritis yang digunakan. Untuk
meningkatkan kualitas data yang disajikan, kutipan langsung yang menujukkan
ciri khas (bahasa, istilah, dan lain‐lain) dapat digunakan dan cantumkan dalam
laporan penelitian untuk menunjukkan emosi, perasaan, pandangan dan
interpretasi responden atas isu atau peristiwa tertentu.
0 komentar:
Posting Komentar