BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara merupakan suatu
organisasi dimana didalamnya terdapat sekumpulan orang atau masyarakat yang
memiliki satu tujuan, hidup dalam suatu wilayah dan memiliki kedaulatan atas
negaranya. Sudah 67 tahun Indonesia merdeka, pasang surut dinamika sosial politik
telah dilalui mulai era orde lama, orde baru hingga kini era reformasi. Sebagai
negara yang sedang berkembang, bisa dibilang Indonesia sedang berjalan menuju
arah kedewasaan suatu negara.
Di era orde lama kita
mengenal bahwa dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno Indonesia dikenal sebagai
negara baru yang sangat diperhotungkan dengan semangat nasionalisme yang kuat
pasca kemerdekaan. Indonesia meniti setiap langkah dalam membangun negara
sesuai tujuan dan visi negara yang tercantum dalam pembukaan undang – undang
dasar 1945. Kita merasa bangga pada saat itu stabilitas sosial politik ekonomi
sangat baik, meskipun memang secara ekonomi kita masih kurang mampu
mensejahterakan rakyat Indonesia.
Rezim berganti kepda
orde baru dibawah tampuk pimpinan
Soeharto. Dimana geliat pembangunan infrastruktur dan pembangunan ekonomi menjadi panglima
utama dalam perjuangan misi negara Indonesia. Namun disadari atau tidak
implikasi dari konsep pembangunan saat itu, arus kapitalisasi dan liberalisasi
mulai masuk ke Indonesia dan perlahan demi perlahan mengikis nasionalisme
bangsa Indonesia baik di bidang sosial
budaya maupun ekonomi dan politik.
Negara barat sebagai empunya kapitalisasi, globalisasi, dan
liberalisasi semakin kuat menggerogoti negara kita. Berbeda dengan zaman
feodalisme dan kolonialisme bangsa Indonesia dulu, kini kapitalisme barat
menguasai Indonesia tanpa kita menyadarinya.
1
|
Seiring dengan pendapat
Marx mengenai kapitalisme dalam teori kelasnya. Bahwa kapitalisme akan senantiasa
menciptakan kelas – kelas sosial yang satu sama lain sangat timpang, ada jarak
dan jurang pemisah yang dalam antar kelas – kelas sosial. Bisa kita lihat dalam
realitas saat ini, dimana ada kesenjangan antara kaum pemilik modal dan para
buruh pabrik, orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin. Karena
memang itu asumsi orang – orang kapitalis dimana semuanya diperuntukan untuk
memperkaya dirinya.
Namun kapitalisme ini
kita juga bisa lihat dalam melihat realita daerah perbatasan Indonesia. Sebagai
jendela negara, wajah negara, tak pantas kita melihat adanya kesengsaraan yang
dialami masyarakat perbatasan. Banyak problematika yang dihadapi masyarakat daerah perbatasan. Mulai
dari kemiskinan, minimnya infrastruktur, lunturnya nasionalisme, dan lainnya.
Untuk itu disini kami mencoba menganalisis problematika masyarakat di daerah
perbatasan dengan menggunakan prespektif teori kelas.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana realita dan problematika masyarakat di
daerah perbatasan dalam prespektif teori kelas?
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Konsepsi Negara Menurut Marxisme
Banyak pemikiran dan
konsepsi para tokoh tentang negara, salah satunya adalah Karl Marx. Marx
sebagai salah satu pemikir beraliran kiri yang dikenal dengan kritikannya
terhadap kapitalisme juga mengemukakan pendapatnya mengenai konsepsi negara.
Pemikirannya tentang
negara tidak terlepas dari pemikirannya yang anti kapitalisme. Beriringan
dengan F. Engels, Marx mengemukakan beberapa
pendapatnya mengenai negara. Dalam
bukunya yakni Manifesto Coumnist, Marx
menyebut bahwa negara merupakan alat
bagi kaum tertentu.
Dalam pengertian yang sebenarnya, Marx menyebutkan bahwa kekuasaan
politik (negara) adalah kekuasaan terorganisasi dari suatu kelas untuk menindas
kelas yang lain[1]. Dalam pandangan lain Marx menyebut mengenai
negara dalam masyarakat Kapitalis bahwa negara modern sebuah komite yang
mengelola kepentingan bersama kaum borjuis secara keseluruhan dan negara
adalah badan di mana para individu dari kelas yang memerintah [borjuis]
mempertontonkan kepentingan bersama mereka[2]
Sejalan pemikirannya bahwa untuk menghancurkan kapitalisme
kaum borjuis bahwa harus diruntuhkan dengan revolusi kaum proletar. Marx juga
menyatakan mengenai Negara Proletarian. Dimana negara dikuasai oleh kaum
proletar dengan menghancurkan kekuasaan kaum borjuis untuk menghilangkan hak
kepemilikan modal. Ringkasnya, Manifesto memberikan pesan tentang Negara
sebagai alat kelas tertentu, baik kelas kapitalis, maupun kelas proletariat.
3
|
B. Teori Kelas Marxisme
Teori kelas menerangkan
fenomena ketidaksamarataan yang berlaku secara sistematik. Teori kelas selalu
menunjukan adanya pertentangan antara dua belah pihak yakni kaum borjuis dan
kaum proletar. Dalam pandangan Marx tentang teori kelas, menyebutkan bahwa masyarakat
terbagi – bagi dalam kelas sosial yang tanpa disadari terstruktur secara
sistematis dalam masyarakat itu sendiri. Adanya pembeda atau kesenjangan antara
kelas satu dengan kelas lainnya akan senantiasa menimbulkan pertentangan antar
kelas.
Kelas sosial juga
merujuk kepada perbedaan hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau
kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya.[3]
Meskipun Marx sering berbicara tentang kelas – kelas sosial, ia tidak pernah
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan istilah “kelas”. Seakan – akan arti
kata itu sudah jelas dengan sendirinya. Pada umumnya, mengikuti sebuah definisi
Lenin, kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan
masyarakat yang dtentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi.
Bagi Marx sebuah kelas
baru dianggap kelas dalam arit sebenarnya, apabila dia bukan hanya secara
objektif merupakan golongan sosial dengan kepentingan tersendiri, melainkan
juga secara subjektif menyadari diri sebagai kelas, sebagai golongan khusus
dalam masyarakat yang mempunyai kepentingan-kepentingan spesifik serta mau
memperjuangkannya.
Ada beberapa unsur penting yang dikemukakan Marx
mengenai teori kelas. Pertama, tampak betapa besarnya peran segi struktural
dibandingkan segi kesadaran dan moralitas. Pertentangan antar buruh dengan
majikan bersifat objektif karena berdasarkan kepentingan objektif yang
didasarkan kedudukan mereka masing-masing dalam proses produksi. Kedua, karena
kepentingan kelas pemilik dengan kelas buruh secara objektif bertentangan,
mereka juga akan mengambil sikap dasar yang berbeda terhadap perubahan sosial.
Ketiga, dengan demikian menjadi jelas mengapa bagi Marx setiap kemajuan dalam
susunan masyarakat hanya dapat tercapai melalui revolusi.
BAB III
PEMBAHASAN
Pebatasan Indonesia
meliputi perbatasan darat, laut dan udara. Namun yang berbatasan langsung
dengan negara tetangga seperti Malaysia, Australia, Brunei Darussalam, dan
lainnya adalah wilayah perbatasan darat dan laut.
Setiap wilayah perbatasan negara
Indonesia memiliki karakteristik dan ciri khas masing – masing dipengaruhi
kultur budaya, etnis, kearifan local dan potensi alam yang ada di kawasan
tersebut. Misalnya kita bisa melihat daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia
di Kalimantan dengan potensi sumber daya alam yang sangat melimpah seperti kayu
hutan, perkebunan kelapa sawit, pertambangan emas dan batu bara serta
masih banyak lainnya. Sebagian besar dari
potensi sumberdaya alam tersebut belum dikelola, dan sebagian lagi merupakan
kawasan konservasi atau hutan lindung yang memiliki nilai sebagai world
heritage yang perlu dijaga dan dilindungi.
Namun saat ini
beberapa areal hutan tertentu yang telah dikonversi tersebut berubah fungsi
menjadi kawasan perkebunan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta
nasional bekerjasama dengan perkebunan Malaysia.
Seiring dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di
kawasan tersebut, maka berbagai kegiatan ilegal telah terjadi seperti pencurian
kayu atau penebangan kayu liar (illegal logging) yang dilakukan oleh
oknum-oknum di negara tetangga bekerjasama dengan masyarakat Indonesia. Kegiatan penebangan kayu secara liar oleh orang-orang
Indonesia ini dipicu oleh kemiskinan dan rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat di sekitar perbatasan, serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
di kawasan tersebut.
5
|
Dalam
film Tanah Surga Katanya? Jelas
dipertontonkan potret realita begitu perihnya hidup di kawasan perbatasan.
Betapa sulitnya untuk mengakses kebutuhan- kebutuhan pokok. Symbol – symbol
negara yang harusnya memupuk rasa nasionalisme tidak terlihat disana, banyak
masyarakat yang lebih menggantungkan hidupnya pada negara tetangga, bekerja di
negara tetangga, bertransaksi di negara tetangga, dan hidup bersosialisasi pun
dengan masyarakat negara tetangga serta lebih fasih menggunakan bahasa negara
tetangga.
Ironi
bagi negara sebesar dan sekaya Indonesia, sebagai wajah terluar identitas
negara telah dihancurkan dengan kondisi problematika masyarakat perbtasan yang
begitu rumit.
Dari
sekian banyak problematika masyarakat perbatasan, saya mencoba mengerucutkan
beberapa problem utama masyarakat perbatasan yang dikutip dari data Dinas
Lingkungan Hidup Kalimantan. Diantaranya:
1. Belum
jelasnya penataan ruang dan pemanfaatan sumber daya alam
Belum jelasnya penataan ruang ini ditunjukkan
dengan terjadinya tumpang tindih pemanfaatan ruang atau lahan baik antara kawasan budidaya dengan kawasan
lindung, maupun antar kawasan budidaya seperti kegiatan pertambangan dan
kehutanan yang berkaitan dengan ekonomi daerah dan masyarakat. Banyaknya lahan
– lahan hutan lindung yang dimiliki pemerintah dialihfungsikan dan
dialihgunakan kepada pihak swasta (kaum kapitalis) untuk dieksploitasi demi
keuntungan segelintir pengusaha, dan masyarakat pribumi hanya menikmati
sebagian kecil lahan untuk dikelola secara pribadi.
2. Kawasan
perbatasan sebagai daerah tertinggal
Sebagian besar daerah kabupaten di wilayah
perbatasan merupakan daerah kawasan tertinggal dengan tingkat kemiskinan yang
tinggi dan kesejahteraan yang sangat timpang dengan masyarakat di pulau lain di
Indonesia. Jelas konsep otonomi daerah yang dicetuskan pemerintah pun belum
mampu untuk mengatasi pemerataan kesejahteraan dengan kewenangan pemerintah
daerah untuk mengelola sumber daya yang dimiliki bagi kesejahteraan
masyarakatnya.
3. Kendala
geografis
Secara geografis kawasan perbatasan pun merupakan
daerah yang sangat luas. Di Kalimantan Barat saja panjang garis perbatasan 966
km, sehingga cukup menyulitkan dalam penanganan terutama ditinjau dari aspek
rentang kendali pelayanan, kebutuhan dana, dan kebutuhan aparatur. Kondisi ini
semakin diperparah oleh kondisi infrastruktur jalan yang relatif sangat
terbatas baik kualitas maupun kuantitasnya.
4. Rendahnya
sumber daya manusia (SDM)
Kondisi ini ditunjukkan dengan rendahnya
tingkat pendidikan dan kualitas kesejahteraan penduduk dengan penyebaran yang
tidak merata dibandingkan dengan luas wilayah dan garis perbatasan yang
panjang, sehingga berimplikasi pada kegiatan pelintas batas yang ilegal.
Demikian pula banyak TKI maupun TKW yang bekerja di luar negeri hanya sebagai
buruh, pembantu rumah tangga dan pekerja kasar lainnya, yang jelas-jelas
menggambarkan rendahnya kualitas SDM pada umumnya.
5. Kemiskinan
Walaupun saat ini kawasan perbatasan kaya
dengan sumber daya alam dan letaknya mempunyai akses ke pasar (Serawak), tetapi
terdapat sekitar 45% desa miskin dengan jumlah penduduk miskin sekitar 35%.
Jika dibandingkan dengan penduduk Malaysia tampak adanya ketimpangan pendapatan
yang besar sekali. Akibatnya penduduk di kawasan perbatasan tidak memiliki
posisi tawar yang sebanding dalam kegiatan ekonomi di perbatasan. Akibat
lainnya adalah mendorong masyarakat semakin terlibat dalam kegiatan ekonomi
ilegal guna memenuhi kebutuhannya.
6. Keterbatasan
infrastruktur
Tingkat ketersediaan dan kualitas pelayanan
publik di kawasan perbatasan masih sangat terbatas, seperti sistem perhubungan
dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan air bersih, serta fasilitas lainnya
seperti kesehatan, pendidikan dan pasar. Hal ini membuat penduduk di daerah
perbatasan masih cenderung untuk berorientasi ke negara tetangga yang tingkat
aksesilibilitas infrastruktur fisik dan informasinya relative lebih tinggi.
Demikian pula dengan jaringan jalan darat di kawasan perbatasan Kalimantan
Barat yang masih kurang, membuat masyarakat lebih sering bepergian dan
berinteraksi dengan masyarakat di Serawak. Untuk fasilitas listrik, dari 14
ibukota kecamatan yang ada di kawasan perbatasan Kalimantan Barat, baru 6
ibukota kecamatan (43%) yang mendapat pelayanan. Hal ini menunjukkan besarnya
perbedaan kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan masyarakat Serawak yang
hampir seluruhnya telah mendapat layanan listrik. Ini menjadi salah satu
penyebab rendahnya investasi ke kawasan perbatasan. Akibatnya kawasan ini
menjadi daerah yang tertinggal, dan sebagian besar penduduknya hidup dalam
kemiskinan.
7. Pemanfaatan
sumber daya alam belum optimal
Potensi sumber daya alam yang berada di
kawasan perbatasan sebenarnya sangat besar, seperti bahan tambang (emas dan
batu bara), potensi hutan dan perkebunan, namun sejauh ini upaya pengelolaannya
belum dilakukan secara optimal. Selain karena permasalahan keterbatasan
infrastruktur juga terkait dengan ketidakjelasan regulasi yang mengatur tentang
masalah pengelolaan ekonomi di kawasan perbatasan.
8. Terjadinya
eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali
Di sebagian besar kawasan perbatasan,
upaya pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara ilegal dan tak terkendali,
sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup.
Berbagai dampak lingkungan seperti polusi asap lintas batas, banjir, longsor,
tenggelamnya pulau kecil dan lain sebagainya terjadi.
Dari beberapa pemaparan
problematika masyarakat perbatasan di atas, kita bisa melihat ketimpangan yang
sangat jelas dengan tingginya tingkat kemiskinan, minimnya tingkat pendidikan,
minimnya infrastruktur, eskploitasi sumber daya alam yang dikuasai kaum
kapitalis (pemilik modal swasta). Ini memiliki indikasi bahwa pemerintah tidak
mampu berperan secara maksimal untuk mengentaskan permasalahan perbatasan.
Bahkan penulis disini menyatakan bahwa negara secara sistematis untuk
memelihara status quo dikawasan
perbatasan ini dengan kebijakan – kebijakan ekonomi kapitalis dengan
terstruktur negara mengakomodir kepentingan kaum kapitalis untuk menindas kaum
pribumi (masyarakat perbatasan) itu sendiri untuk leluasa mengekspolitasi
sumber daya alam tanpa ada dampak positif yang mereka berikan kepada masyarakat
setempat.
Implikasinya terjadi
kesenjangan sosial ekonomi diantara masyarakat antara kaum pengusaha dan kaum
pribumi. Selain itu bila kita bandingkan dengan prospek pembangunan wilayah
pusat ibu kota dan perbatasan juga terjadi diskriminasi yang sangat jelas,
dimana ibukota negara sebagai pusatnya kapitalisme ekonomi memiliki
infrastruktur yang sangat modern, sedangkan di kawasan perbatasan yang notabene
wajah terluar atau halaman depan negara kita sangat memprihatinkan.
Dari timbulnya kelas –
kelas sosial dari kesenjangan sosial
ekonomi tersebut, wajar bilamana nasionalisme masyarakat perbatasan telah
luntur terkikis kekecewaan kepada pihak pemerintah Indonesia itu sendiri.
Namun tidak ada kata
terlambat untuk memperbaiki keadaan saat ini untuk menjadi lebih baik. Kita
coba analisis dari beberapa permasalahan tadi untuk mencari solusi jalan
keluarnya. Mungkin ada beberapa hal yang bisa pemerintah Indonesia lakukan,
misalnya Pertama, pembenahan dan
akselerasi infrastruktur kawasan perbatasan menjadi focus utama yang harus
dipenuhi pemerintah. Hiraukan dulu konsep otonomi daerah, dalam penanganan
infrastuktur ini pemerintah harus secara khusus mengucurkan dana dan menangani
langsung untuk percepatan pembangunan
infrastruktur. Seperti pembangunan jalan, pusat –pusat ekonomi dan suplai
barang kebutuhan pokok menjadi hal penting yang harus terpenuhi.
Kedua,
penguatan
sistem penegakan hukum terutama dalam keamanan perbatasan serta aturan mengenai
tata kelola hutan dan sumber daya alam di kawasan perbatasan. Sehingga mampu
meminimalisir kegiatan illegal dalam pengelolaan sumber daya alam. Pengurangan
kapitalisasi investasi pihak swasta pun menjadi salah satu tawaran logis,
dimana sumber daya alam yang melimpah itu jauh lebih baik dikelola oleh negara
dan diperuntukan untuk kepentingan negara (masyarakat) sebagaimana tercantum
dalam UUD 1945 pasal 33 tentang pengelolaan sumber daya alam yang diperuntukan
untuk kesejahteraan rakyat dan dikelola oleh negara.
Ketiga,
peningkatan
sumber daya manusia dengan peningkatan fasilitas pendidikan dan kualitas
pendidikan akan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat perbatasan. Tentunya
pendidikan karakter berbasis peningkatan wawasan kebangsaan akan menumbuhkan
nasionalisme warga perbatasan untuk lebih mencintai negaranya sendiri.
Harapannya dengan
tawaran solusi tersebut, segala permasalahan masyarakat perbatasan yang
berlangsung berlarut – larut mampu diminimalisir dan diatasi dengan baik dan
cepat selesai.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Kesenjangan sosial yang
terjadi dialami masyarakat kawasan perbatasan Indonesia dalam kacamata Marxisme
merupakan hal yang terstruktur dan tersistematis dengan segala kebijakan
pemerintah yang cenderung mengakomodir kepentingan kaum ekonomi kapitalis. Dengan
eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, serta minimnya peran pemerintah
(negara) dalam mensejahterakan dan memenuhi setiap kebutuhan masyarakat menjadi
faktor mengapa masalah perbatasan tak kunjung selesai.
Problematika perbatasan
pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor seperti lemahnya aturan hukum
yang ada mengenai pengolahan sumber daya alam, lemahnya pengawasan keamanan
wilayah perbatasan, rendahnya tingkat pendidikan yang berimplikasi pada
kualitas sumber daya manusia, infrastuktur publik yang sangat minim, dan
tingkat pelayanan kesehatan yang tidak memadai.
B. Saran
Dalam hal mengatasi
problematika yang ada, konsep otonomi daerah harus sedikit dikesampingkan dalam
penanganan masalah perbatasan. Pemerintah pusat harus berperan dominan dalam
pengentasan kesenjangan di masyarakat perbatasan. Peningkatan kualitas
pendidikan, infrastuktur, peningkatan aturan perundangan dan aturan hukum,
peningkatan pengawasan dan pengamanan, serta tata kelola sumber daya alam yang
baik merupakan tawaran logis yang harus direalisasikan guna memperbaiki keadaan
yang ada saat ini.
11
|
11
|
12
|
Sangaji,
Anto. 2011.Manifesto Komunis dan Teori
Negara. IndoPROGRESS.
Undang-Undang Wilayah Negara, Bab I Ketentuan
Umum, Pasal 1 ayat (6).
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka PanjangNasional Tahun 2005-2025.
Sumber lain :
”Kabupaten perbatasan Masih Tertinggal”. Kompas,
19 Februari 2009. Dalam http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/02/16/19342094/26.kabupaten.perbatasan.masih.tertinggal.
http://indoprogress.com/manifesto-komunis-dan-teori-negara/.http://tokay.blog.uns.ac.id/2010/01/06/teori-kelas/
http://www.republika.co.id/berita/nasional/nusantara-nasional/12/05/28/m4pugy-potret-perbatasan-tinggal-di-indonesia-menggantungkan-hidup-dengan-malaysia
[1]
Sangaji,anto.2011.Manifesto Komunis dan Teori Negara. http://indoprogress.com/manifesto-komunis-dan-teori-negara/.
[2]
Sangaji,anto.2011.Manifesto Komunis dan Teori Negara. http://indoprogress.com/manifesto-komunis-dan-teori-negara/.
0 komentar:
Posting Komentar